Presiden Indonesia Soekarno disambut oleh Presiden Kuba Fidel Castro (tegah) dan Che Guevara (kedua dari kanan) di Bandara Jose Marti, Havana, Kuba, pada kunjungan kenegaraan tanggal 13 Mei 1960. Kunjungan ini untuk meresmikan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Kuba yang dijalin sejak awal 1960.
Baik di ruang tamu Kedutaan Besar Republik Indonesia di Havana maupun di ruang tamu Kedutaan Besar Kuba di Jakarta terpampang foto yang sama: Presiden Soekarno di Bandara Jose Marti, Havana, disambut oleh Presiden Kuba Fidel Castro, Che Guevara, dan deretan pejabat Kuba lain.
Di latar belakang terlihat pesawat yang membawa Presiden Soekarno ke Kuba pada 13 Mei 1960. Di bagian bawah foto terbaca tulisan tangan ”From Indonesia with Love”. Tulisan tangan tegak ini, menurut Dubes Kuba untuk RI Jorge Leon, kemungkinan besar adalah tulisan tangan Soekarno karena cukup banyak orang di Havana menyatakan demikian.
Kunjungan Presiden Soekarno pertama kali ke Kuba ini menandai peresmian hubungan diplomatik RI-Kuba 50 tahun lalu. Sebelumnya, pertengahan tahun 1959 Che Guevara diutus Fidel Castro untuk mengunjungi beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, untuk merintis formalitas hubungan diplomatik. Che bertemu Soekarno, Megawati, bahkan mengunjungi Candi Borobudur.
Peringatan 50 tahun hubungan diplomatik RI-Kuba tahun ini dilakukan secara sederhana dengan sebuah seminar di Havana dan pameran di Bandung, serta ditandai oleh penerbitan prangko di Havana dan Jakarta beserta sampul hari pertamanya, 22 Januari dan 23 Februari lalu. Gambar kedua sampul hari pertama bersama foto Soekarno di Havana dan Che di Borobudur dapat kita saksikan di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) yang mulai Senin (19/7) hingga Rabu (21/7) mengadakan Festival Film-film Kuba.
Lewat ke-11 film dalam acara itu, kita dapat sedikit banyak memahami kesulitan hidup di negara miskin yang pernah menjadi yang paling kaya di kawasan Karibia ini. Mobil tua buatan Amerika tahun 1950-an masih banyak berkeliaran di kota Havana karena sejak Fidel Castro dan Che Guevara pada awal tahun 1959 berhasil menyingkirkan diktator Fulgencio Batista, hubungan diplomatik Kuba-Amerika Serikat terputus, menyusul nasionalisasi perusahaan-perusahaan AS di Kuba oleh Castro.
Fidel Castro, yang kini sakit-sakitan dan hampir tak pernah tampil di depan umum sejak empat tahun lalu, pekan lalu muncul di depan umum. Perkembangan politik terakhir menunjukkan mulai longgarnya kekangan politik di negeri anggota Gerakan Nonblok yang oleh AS dituding sebagai ”satelit Uni Soviet” ini. Puluhan tahanan politik segera akan dibebaskan. Presiden AS Barack Obama pun mengizinkan warga AS keturunan Kuba untuk mengunjungi dan mengirim uang ke Kuba.
Pemulihan hubungan diplomatik Kuba-AS? ”Rasanya untuk periode pertama Obama masih sulit, tetapi kalau Obama terpilih lagi tahun 2012, tidak mustahil hubungan Kuba-AS akan pulih lagi. Dengan Vietnam saja yang berperang dengan AS, Washington mau berbaikan lagi, sementara kedua negara kami tak pernah berperang. Ganjalannya hanya di perusahaan-perusahaan milik AS dan pangkalan militer Guantanamo,” tutur Jorge Leon.
Matahari kembar
Sudah menjadi rahasia umum di antara Fidel Castro dan Che ada persaingan popularitas. Mereka bagaikan ”matahari kembar” bagi rakyat Kuba. Keduanya menyandang panggilan ”Comandante” atau pangkat mayor. Ketika mengunjungi Kuba bulan November lalu, terlihat gambar Che di mana-mana, di mural/ dinding hingga T-shirt, terutama reproduksi foto jepretan Alberto Korda yang konon adalah foto paling banyak dikopi di seluruh dunia.
Pada 12 Juni 1959, belum genap enam bulan sesudah Revolusi Kuba meraih kemenangan, Castro mengutus Che selama tiga bulan untuk mengunjungi 14 negara Asia, kebanyakan negara peserta Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955. Pada rentang tiga bulan inilah Che berkunjung ke Jakarta dan menyempatkan diri ke Borobudur.
Mengirim Che dari Havana memungkinkan Castro muncul agak berjarak dari Che dan para simpatisannya yang menganut marxisme. Che memang bukan warga asli Kuba karena ia dilahirkan di Argentina. Ia bergabung dengan Castro di Meksiko sebelum mendarat dan bergerilya di Kuba melawan pasukan Batista. Ketika kembali ke Kuba pada September 1959, nyata bahwa Castro lebih memiliki kekuatan politik.
Che memang diberikan jabatan cukup tinggi, yaitu Gubernur Bank Sentral Kuba dan Menteri Perindustrian. Namun, jiwa revolusionernya membuatnya gelisah. Ia pun ”mengekspor” revolusi Kuba ke Kongo, tetapi gagal. Kemudian ia meninggalkan semua kemuliaannya di Kuba, bergerilya di Bolivia hingga tertangkap dan dieksekusi pada 9 Oktober 1967.
Mengekspor Revolusi Kuba
Khusus tentang Che. Castro dalam film dokumenter Comandante (2003) yang dibuat sutradara Oliver Stone menyebut Che sebagai tidak sabaran. Castro terdiam dan tak menjawab jelas ketika ditanya mengapa ia membiarkan Che tak memperoleh dukungan di Bolivia. Ini sungguh berbeda dengan episode perang saudara di Angola dalam film Kangamba (2008), di mana dukungan militer Kuba amat besar, hingga akhirnya tentara rezim apartheid Afrika Selatan menarik diri.
”Che memang disingkirkan Castro. Kuba adalah negara totaliter. Kebutuhan hidup di Kuba amat pas-pasan walaupun coba dijatah pemerintah. Saya sedang mengurus agar istri saya pindah ke AS, pura-pura menikah dengan lelaki lain yang menang lotre ke AS, yang dijatah 100 orang per tahun. Saya harus menyiapkan uang 2.000 peso convertible (2.200 dollar AS),” tutur seorang pria pegawai sebuah galeri lukisan di Havana yang tak mau namanya dikutip.
Gaji pria tersebut sebulan hanya 240 peso Kuba atau setara dengan 10 peso convertible. ”Untuk survive, saya harus menjual beli cerutu Havana. Anak perempuan tunggal saya sekarang mahasiswi tingkat terakhir. Ia ingin ke luar negeri karena membayangkan gajinya sebulan nanti tak cukup untuk membeli sepasang sepatu,” tambahnya.
Hidup di Kuba memang tidak mudah walaupun pelayanan kesehatan dan mutu pendidikan gratis di negeri itu jauh melampaui Indonesia. Hak-hak sipil politik belum kondusif dihormati negara. Namun, tak urung ada juga film-film yang berani mengungkapkan kaum marjinal seperti homoseks dalam film Strawberry & Chocolate.
Yang paling menghibur adalah musik Afro-Cuban. Sayang tiga tokoh dalam film dokumenter Buena Vista Social Club (1998) karya Wim Wender, yaitu Compay Segundo, Ibrahim Ferrer, dan Ruben Gonzalez, kini sudah tiada....
Sumber : Kompas
50 Tahun Hubungan Diplomatik RI-Kuba "From Indonesia with Love" Whooila! unik dan aneh
Reviewer: Administrator Whooila - ItemReviewed: 50 Tahun Hubungan Diplomatik RI-Kuba "From Indonesia with Love"
Rating: 5
Sumber Artikel
Apakah Anda Menyukainya? Jangan lupa Klik Tombol Suka :
:: Berita Terkait | :: Kirim Komentar Anda :: |
|
:: KOTAK KOMENTAR ANDA ::